Rabu, 28 Desember 2011

Sandal VS Sepatu

Disebuah toko sepatu di kawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota ,

nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu
yang indah.

Dari tadi dia nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia
menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya
yang tinggi dengan warna coklat tua semakin menambah kemolekan yang
dimilikinya.


Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang
meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.


“Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam
bentuk buruk dan tidak menarik”, sergah sang sepatu dengan nada
congkak.

Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.


“Apa menariknya menjadi sandal jepit ?, tidak ada kebanggaan bagi para
pemakainya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa,
dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu”, ujar
sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.

Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan
tatapan lembut, dia berkata

“Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki
kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu.

Mereka akan menyimpannya di tempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya”.

Sandal jepit berhenti berbicara sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.

--------------------------​--------------------------​--------------------------​----
“Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di didalam
kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekedar
sebuah kebanggaan.

Kamu hanya dipakai sesekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan aku sangat loyal meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi.

Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku.

Karena apa wahai sepatu?. Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial.

Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya”,

Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.

--------------------------​--------------------------​--------------------------​----
“Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar
untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan.

Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman.” Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.

“Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang”, jawab
sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya.

Sandal jepit tersenyum dengan bijak “Sahabatku! ditengah kekaguman,
sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal,
semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya”


--------------------------​--------------------------​--------------------------​----
Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal
jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu.

Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu
“Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikanpun manusia mengajakku
dan meninggalkanmu”

--------------------------​--------------------------​--------------------------​----
Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman
seraya berbisik perlahan “Terima kasih, engkau telah memberikan
pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat”.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;